BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Pancasila adalah dasar negara sekaligus pandangan hidup
bagi setiap masyarakat Indonesia tidak peduli pemerintah atau rakyat jelata
sekalipun. Dasar berarti material pembangun fundamental dimana segala hal atau kebijaksanaan
dalam pemerintahan harus selalu merujuk kepada Pancasila guna menciptakan
fundamental yang kuat.
Namun, sayangnya akhir-akhir ini banyak sekali oknum yang
mengabaikan nilai-nilai luhur Pancasila. Maraknya Korupsi, Kolusi dan Nepotisme
merupakan bukti bahwasanya banyak masyarakat Indonesia yang telah jauh
menyimpang dari Pancasila. Tanda tanya besar, mengapa hal seburuk itu bisa
terjadi? Jawabannya adalah disebabkan kurangnya pengetahuan agama sehingga
tidak ada kereligiusan yang seperti terkandung dalam Pancasila. Selain itu,
minimnya pemahaman nilai, norma dan moral semakin menambah kuantitas
penyelewengan nilai-nilai Pancasila. Dalam dunia pemerintahan pun tidak sedikit
dari masyarakat Indonesia yang kurang memahami etika perpolitikan.
Oleh karena itu, pembuatan karya-karya yang menekankan
dalam bidang nilai, norma, moral dan etika politik sangat dibutuhkan. Wujud
dari kepedulian agar masyarakat Indonesia memahami lebih jauh Pancasila yang
merupakan pandangan hidup mereka adalah dengan mengantarkan karya sederhana ini
yang Insya Allah dapat membantu supaya Pancasila senantiasa teraplikasi pada
setiap diri masyarakat Indonesia.
B.
Tujuan
1. Untuk mengetahui pengertian
nilai, norma dan moral dalam konteks pancasila sebagai etika politik.
2.
Dapat mengerti hubungan antara nilai, norma dan moral dalam konteks
pancasila sebagai etika politik.
3.
Dapat memahami nilai-nilai yang terkandung dalam pancasila sebagai
sumber etika politik.
C.
Rumusan Masalah
1.
Apa pengertian etika ?
2.
Apa pengertian Nilai,
Norma, dan Moral ?
3.
Bagaimana dengan
hubungan Nilai, Norma, dan Moral ?
4.
Berapakah dimensi
politik yang ada pada manusia ?
5.
Apa saja prinsip dasar
etika politik pancasila ?
6.
Apa nilai-nilai yang
terkandung dalam pancasila sebagai etika politik ?
7.
Apa peranan nilai-nilai
etika pancasila dalam kehidupan politik ?
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Etika
Etika merupakan cabang
falsafah dan sekaligus merupakan suatu cabang dari ilmu-ilmu kemanusiaan
(humaniora). Sebagai cabang falsafah etika membahas sistem-sistem pemikiran
yang mendasar tentang ajaran dan pandangan moral. Etika adalah suatu ilmu yang membahas tentang
bagaimana dan mangapa kita mengikuti suatu ajaran moral tertentu,atau bagaimana
kita harus mengambil sikap yang bertanggung jawab berhadapan dengan berbagai
ajaran moral.
Etika sebagai ilmu dibagi
dua, yaitu etika umum dan etika khusus.
Etika umum membahas prinsip-prinsip umum yang berlaku bagi setiap tindakan manusia. Dalam falsafah Barat dan Timur, seperti di Cina, seperti dalam Islam, aliran-aliran pemikiran etika beranekaragam. Tetapi pada prinsipnya membicarakan asas-asas dari tindakan dan perbuatan manusia, serta system nilai apa yang terkandung di dalamnya.
Etika umum membahas prinsip-prinsip umum yang berlaku bagi setiap tindakan manusia. Dalam falsafah Barat dan Timur, seperti di Cina, seperti dalam Islam, aliran-aliran pemikiran etika beranekaragam. Tetapi pada prinsipnya membicarakan asas-asas dari tindakan dan perbuatan manusia, serta system nilai apa yang terkandung di dalamnya.
Etika khusus membahas yang kewajiban manusia terhadap diri sendiri. Etika
khusus dibagi menjadi dua, yaitu etika individual dan etika sosial. Etika indvidual membahas kewajiban manusia terhadap dirinya sendiri dan
dengan kepercayaan agama yang dianutnya serta panggilan nuraninya, kewajibannya
dan tanggungjawabnya terhadap Tuhannya. Etika sosial di lain hal membahas
kewajiban serta norma-norma social yang seharusnya dipatuhi dalam hubungan
sesama manusia, masyarakat, bangsa dan negara. Etika sosial meliputi
cabang-cabang etika yang lebih khusus lagi seperti etika keluarga, etika
profesi, etika bisnis, etika lingkungan, etika pendidikan, etika kedokteran,
etika jurnalistik, etika seksual dan etika politik.
B. Pengertian Nilai, Norma, dan Moral
1.
Nilai
Nilai atau “Value” termasuk bidang kajian
filsafat. Porsoalan-persoalan tentang nilai dibahas dan dipelajari salah satu
cabang filsafat yaitu Filsafat Nilai (Axiologi, Theory of Value).
Filsafat sering juga diartikan sebagai ilmu tentang ilai-nilai. Istilah nilai
di dalam bidang filsafat dipakai untuk menunjuk kata benda abstrak yang artinya
“keberhargaan” (Worth) atau “kebaikan” (goodness), dan kata kerja
yang artinya suatu tindakan kejiwaan tertentu dalam menilai atau melakukan
penilaian, (Frankena, 229).
Di dalam Dictoinary of Sosciology and Related Sciences
dikemukakan bahwa nilai adalah kemampuan yang dipercayai yang ada pada suatu
benda untuk memuaskan manusia. Sifat dari suatu benda yang menyebabkan menarik
minat seseorang atau kelompok. Jadi nilai itu pada hakikatnya adalah sifat atau
kualitas yang melekat pada suatu objek, bukan objek itu sendiri. Sesuatu itu
mengandung nilai artinya ada sifat atau kualitas yang melekat pada sesuatau
itu. Misalnya, bunga itu indah, perbuatan itu susila. Indah, susila adalah
sifat atau kualitas yang melekat pada bunga dan perbuatan. Dengan demikian maka
nilai itu sebenarnya adalah suatu kenyataan yang “tersembunyi” bibalik
kenyataan-kenyataan lainnya. Ada nilai itu karena adanya kenyataan-kenyataan
lain sebagai pembawa nilai (wartrager).
Max Sceler mengemukakan bahwa nilai-nilai yang ada,
tidak sama luhurnya dan sama tingginya. Nilai-nilai itu secara senyatanya ada
yang lebih tinggi dan ada yang lebih rendah dibandingkan dengan nilai-nilai
lainnya. Menurut tinggi rendahnya, nialai-nilai dapat dikelopokan dalam empat
tingkatan sebagai berikut :
1. Nilai-nilai kenikmatan
: dalam tingkatan ini terdapat deretan-deretan nilai yang mengenakan dan tidak
mengenakan yang menyebabkan orang senang atau menderita tidak enak.
2. Nilai-nilai kehidupan :
dalam tingkat ini terdapatlah nilai-nilai yang penting bagi kehidupan misalnya
kesehatan, kesegaran jasmani, kesejahteraan umum.
3. Nilai-nilai kejiwaan :
dalam tingkat ini terdapat nilai-nilai kejiwaan yang sama sekali tidak
tergantung dari keadaan jasmani maupun lingkunganya. Nilai-nilai semacam ini
ialah keindahan, kebenaran, dan pengetahuan murni yang dicapai dalam filsafat
4. Nilai-nilai kerohanian
: dalam tingkata ini terdapatlah modalitas nilai dari yang suci dan tak suci,
nilai-nilai semacam ini terutama terdiri dari nilai-nilai pribadi.
Walter G. Everet menggolongkan nilai-nilai manusiawi
kedalam 8 kelompok yaitu :
1. Nilai-nilai Ekonomis
(ditujukan oleh harga pasar dan meliputi semua benda yang dapat dibeli).
2. Nilai-nilai kejasmanian
(membantu pada kesehatan, efisiensi dan keindahan dari kehidupan badan).
3. Nilai-nilai hiburan
(nilai-nilai permainan dan waktu senggang yang dapat menyumbangkan pada
pengayaan kehidupan).
4. Nilai-nilai sosial
(berasal mula dari keutuhan kepribadian dan sosial yang diinginkan).
5. Nilai-nilai watak
(keseluruhan dari keutuhan kepribadian dan sosial yang diinginkan).
6. Nilai-nilai estetis
(nilai-nilai keindahan dalam alam dan karya seni).
7. Nilai-nilai intelektual (nilai-nilai
pengetahuan dan pengajaran kebenaran).
8. Nilai-nilai keagamaan.
Notonegoro dalam menyebutkan adanya 3 macam nilai.
Ketiga nilai
itu adalah sebagai berikut :
itu adalah sebagai berikut :
1. Nilai material, yaitu
segala sesuatu yang berguna bagi kehidupan jasmani manusia atau kebutuhan
ragawi manusia.
2. Nilai vital, yaitu
segala sesuatu yang berguna bagi manusia untuk dapat mengadakan kegiatan atau
aktivitas.
3. Nilai kerohanian, yaitu
segala sesuatu yang berguna bagi rohani manusia. Nilai kerohanian meliputi:
a.
Nilai kebenaran yang bersumber pada
akal (rasio, budi, cipta) manusia.
b.
Nilai keindahan atau nilai estetis yang bersumber pada unsur
perasaan(emotion) manusia.
c.
Nilai kebaikan atau nilai moral yang bersumber pada unsur kehendak
(karsa,Will) manusia.
d.
Nilai religius yang merupakan nilai keohanian tertinggi dan mutlak serta
bersumber pada kepercayaan atau keyakinan manusia
2. Norma
Norma merupakan bentuk nilai yang disertai dengan
sanksi tegas bagi pelanggarnya. Norma merupakan ukuran yang dipergunakan oleh
masyarakat apakah perilaku seseorang benar/ salah, sesuai/ tidak sesuai,
wajar/tidak, dan diterima atau tidak. Norma dibentuk di atas nilai sosial, dan
norma sosial diciptakan untuk menjaga dan mempertahankan nilai sosial. Nilai
dan norma merupakan hal yang berkaitan.
Norma adalah bentuk konkret dari nilai-nilai yang ada
di dalam masyarakat. Misalnya, nilai menghormati dan mematuhi orang tua
diperjelas dan dikonkretkan dalam bentuk norma-norma dalam bersikap dan
berbicara kepada orang tua. Nilai-nilai sopan santun di sekolah dikonkretkan
dalam bentuk tata tertib sekolah.
Jadi, pengertian norma adalah patokan-patokan atau
pedoman untuk berperilaku.
Norma memiliki
kekuatan untuk dapat dipatuhi, yang dikenal dengan sanksi, misalnya:
a.
Norma agama, dengan sanksinya dari Tuhan
b.
Norma kesusilaan, dengan sanksinya rasa malu dan menyesal terhadap
diri sendiri
c.
Norma kesopanan, dengan sanksinya berupa mengucilkan dalam
pergaulan masyarakat
d.
Norma hukum, dengan sanksinya berupa penjara atau kurungan atau
denda yang dipaksakan oleh alat Negara
3.
Moral
Moral berasal dari kata mos (mores) yang artinya kesusilaan,
tabiat, kelakuan. Moral adalah ajaran tentang hal yang baik dan buruk, yang
menyangkut tingkah laku dan perbuatan manusia. Seorang yang taat kepada
aturan-aturan, kaidah-kaidah dan norma yang berlaku dalam masyarakatnya
,dianggap sesuai dan bertindak benar secara moral. Jika sebaliknya terjadi,
pribadi itu dianggap tidak
bermoral. Moral dalam perwujudannya dapat berupa peraturan,
prinsip-prinsip yang benar, baik, terpuji, dan mulia. Moral dapat berupa
kesetiaan, kepatuhan terhadap nilai dan norma, moral pun dapat dibedakan seperti
moral ketuhanan atau agama, moral, filsafat, moral etika, moral hukum, moral
ilmu, dan sebagainya. Nilai, norma dan moral secara bersama mengatur kehidupan
masyarakat dalam berbagai aspeknya.
4. Hubungan Nilai, Norma, dan Moral
Dalam kehidupan manusia nilai dijadikan landasan,
alasan, atau motivasi dalam bersikap dan bertingkah laku baik disadari maupun
tidak. Nilai berbeda dengan fakta dimana fakta dapat di obsevasi melalui suatu
verivikasi empiris, sedangkan nilai bersifat abstrak yang hanya dapat
dipahami,difikirkan dimengerti dan dihayati oleh manusia. Nilai berkaitan juga
dengan harapan, cita-cita,keinginan dan segala sesuatu pertimabangan Internal
(batiniah) manusia.
Agar nilai tersebut menjadi lebih berguna dalam
menuntun sikap dan tingkah laku manusia, maka perlu lebih di konkritkan lagi
serta diformulasikan menjadi lebih Objektif sehingga memudahkan manusia untuk
menjabarkanya dalam tingkah laku secara konkrit. Maka wujud yang lebih konkrit
dari nilai tersebut adalah merupakan norma.
Selanjutnya nilai dan norma senatiasa berkaitan dengan moral dan etika.
Makna moral yang terkandung dalam kepribadian seseorang itu tercermin dari
sikap dan tingkah lakunya.
Hubungan antara moral dengan etika memang sangat erat sekali dan kadangkala
keduanya disamakan begitu saja. Namun sebenarnya kedua hal tersebut memiliki
perbedaan. Setiap orang memiliki moralitasnya sendiri-sendiri, tetapi tidak
halnya dengan etika. Tidak semua orang perlu melakukan pemikiran yang kritis
terhadap etika. Etika tidak berwenang menetukan apa yang boleh dan apa yang
tidak boleh dilakukan oleh seseorang. Wewenang ini dipandang berada ditangan
pihak-pihak yang memberikan ajaran moral.
C. Pengertian Pancasila Sebagai Etika Politik
1. Etika Politik
Etika politik tidak dapat dipisahkan dengan
subjek sebagai pelaku etika yaitu manusia. Oleh karena itu etika politik
berkait dengan bidang pembahasan moral. Hal ini berdasarkan kenyataan bahwa
pengertian moral senantiasa menunjuk kepada manusia sebagai subjek etika.
Pengertian etika politik berasal dari kata ‘politics’ yang memiliki makna bermacam
macam kegiatan dalam suatu sitem politik atau Negara yang menyangkut proses
penentuan tujuan-tujuan dari system itu dan diikuti dengan
pelaksanaan-pelaksanaan itu. Pengambilan
keputusan mengenai apakah yang menjadi tujuan dari system itu.
2.
Politik
Pengertian 'politik' berasal dari kosa kata
'politics', yang memiliki makna bermacam-macam kegiatan dalam suatu sistem
politik atau `negara' yang menyangkut proses penentuan tujuan-tujuan dari
sistem itu dan di ikuti dengan pelaksanaan tujuan-tujuan itu. pengambilan
keputusan atau 'clecisionmaking' mengenai apakah yang menjadi tujuan dari
sistem politik itu menyangkut seleksi antara beberapa alternatif dan penyusunan
skala prioritas dari tujuan-tujuan yang telah dipilih itu.
Politik selalu menyangkut tujuan-tujuan dari seluruh
masyarakat (public goals), dan bukan tujuan pribadi seseorang (privat goals).
Selain itu politik menyangkut kegiatan berbagai kelompok termasuk portal
politik, lembaga masyarakat maupun perseorangan.
3. Dimensi Politik Manusia
1. Manusia sebagai makhiuk Individu-Sosial
Berbagai paham antropologi filsafat memandang hakikat
sifat kodrat manusia, dari kaca mata yang berbeda-beda. Paham individualisme
yang merupakan cikal Bakal paham liberalisme, memandang manusia sebagai mahkluk
individu yang bebas. Konsekuensinya dalam setiap kehidupan masyarakat, bangsa
maupun negara dasar ontologis ini merupakan dasar moral politik negara. Segala
hak dan kewajiban dalam kehidupan bersama senantiasa diukur berdasarkan
kepentingan dan tujuan berdasarkan paradigma sifat kodrat manusia sebagi
individu. Sebaliknya kalangan kolektivisme yang merupakan cikal bakal
sosialisme dan komunisme memandang sifat kodrat manusia sebagai makhluk sosial
saja. berdasarkan fakta dalam kehidupan sehari-hari, manusia tidak mungkin
memenuhi segala kebutuhannya, jikalau mendasarkan pada suatu anggapan bahwa
sifat kodrat manusia hanya bersifat individu atau sosial saja. Manusia sebagai
makhluk yang berbudaya, kebebasan sebagai individu dan segala aktivitas dan
kreativitas dalam hidupnya senantiasa tergantung kepada orang lain, hal ini
dikarenakan manusia sebagai warga masyarakat atau sebagai makhluk sosial.
Berdasarkan sifat kodrat manusia tersebut, maka dalam
cara manusia memandang dunia, menghayati dirinya sendiri, menyembah Tuhan Yang
Maha Esa, dan menyadari apa yang menjadi kewajibannya, senantiasa dalam
hubungannya dengan orang lain. Oleh karena itu, tangung jawab moral pribadi
manusia hanya dapat berkembang dalam kerangka hubungannya dengan orang lain,
sehngga kebebasan moralitasnya senantiasa berhadapan dengan masyarakat.
Dasar filosofis sebagaimana terkandung dalam pancasila
yang nilainya terdapat dalam budaya bangsa, senantiasa mendasarkan hakikat
sifat kodrat manusia adalah bersifat `monodualisme’ yaitu sebagai makhluk
individu dan sekaligus sebagi makhluk sosial. Maka sifat dan ciri khas
kebangsaan dan kenegaraan Indonesia bukanlah hanya demi tujuan kepentingan
individu-individu belaka. Dan bukan juga demi tujuan kolektivitas saja
melainkan tujuan bersama baik meliputi kepentingan dan kesejahteraan individu
maupun masyarakat secara bersama. Dasar ini merupakan basis moralitas bagi
pelaksanaan dan penyelenggaraan negara, sehingga konsekuensinya segala
keputusan, kebijaksanaan serta arah dari tujuan negara Indonesia harus dapat dikembalikan
secara moral kepada dasar-dasar tersebut.
2. Dimensi Politis Kehidupan Manusia
Dalam
kehidupan manusia secara alamiah, jaminan atas kebebasan manusia baik sebagai
individu maupun makhluk sosial sulit untuk dapat dilaksanakan, karena
terjadinya perbenturan kepentingan di antara mereka sehingga terdapat suatu
kemungkinan terjadinya anarkisme dalam masyarakat. Dalam hubungan inilah manusia memerlukan suatu masyarakat hukum yang mampu
menjamin hak-haknya, dan masyarakat itulah yang disebut negara. Oleh karena itu
berdasarkan sifat kodrat manusia sebagai makhluk individu dan makhluk sosial,
dimenensi politis mencangkup lingkaran kelembagaan hukum dan negara,
sistem-sistem nilai sena ideologi yang memberikan legitimasi kepadanya.
Maka etika politik berkaitan dengan objek formal etika
yaitu, tujuan berdasarkan prinsip-prinsip dasar etika, terhadap objek material
politik yang meliputi legitimasi negara, hukum, kekuasaan serta penilaian
kritis terhadap legitimasi-legitimasi tersebut.
D. Lima
Prinsip Dasar Etika Politik Pancasila
Kalau membicarakan
Pancasila sebagai etika politik maka ia mempunai lima prinsip itu berikut ini
disusun menurut pengelompokan pancasila, maka itu bukan sekedar sebuah
penyesuaian dengan situasi Indonesia, melainkan karena Pancasila memiliki
logika internal yang sesuai dengan tuntutan-tuntutan dasar etika politik modern
(yang belum ada dalam Pancasila adalah perhatian pada lingkungan hidup).
1. Pluralisme
Pluralisme adalah
kesediaan untuk menerima pluralitas, artinya, untuk hidup dengan positif,
damai, toleran, dan biasa/normal bersama warga masyarakat yang berbeda
pandangan hidup, agama, budaya, adat.[1][5]
Pluralisme
mengimplikasikan pengakuan terhadap
kebebasan beragama, kebebasan berpikir, kebebasan mencari informasi, toleransi.
Pluralisme memerlukan kematangan kepribadian seseorang dan sekelompok orang.
2. Hak Asasi Manusia
Jaminan
hak-hak asasi manusia adalah bukti Kemanusia yang adil dan beradab. Mengapa?
Karena hak-hak asasi manusia menyatakan bagaimana manusia wajib diperlakukan
dan wajib tidak diperlakukan. Jadi bagaimana manusia harus diperlakukan agar
sesuai dengan martabatnya sebagai manusia. Karena itu, Hak-hak asasi manusia
adalah baik mutlak maupun kontekstual dalam pengertian sebagai berikut.
a.
Mutlak karena
manusia memilikinya bukan karena pemberian Negara, masyarakat, melainkan karena
ia manusia, jadi dari tangan Sang Pencipta.
b.
Kontekstual
karena baru mempunyai fungsi dan karena itu mulai disadari, di ambang
modernitas di mana manusia tidak lagi dilindungi oleh adat/tradisi, dan
seblaiknya diancam oleh Negara modern.
Bila
mengkaji hak asasi manusia secara umum, maka dapat dibedakan dalam bentuk tiga
generasi hak-hak asasi manusia:
a.
Generasi
pertama (abad ke 17 dan 18): hak-hak liberal, demokratis dan perlakuan wajar di
depan hokum.
b.
Generasi kedua
(abad ke 19/20): hak-hak sosial
c.
Generasi ketiga
(bagian kedua abad ke 20): hak-hak kolektif (misalnya minoritas-minoritas etnik)
3.
Solidaritas
Bangsa
Solidaritas bermakna manusia tidak hanya hidup
demi diri sendiri, melainkan juga demi orang lain, bahwa kita bersatu senasib
sepenanggungan. Manusia hanya hidup menurut harkatnya apabila tidak hanya bagi
dirinya sendiri, melainkan menyumbang sesuatu pada hidup manusia-manusia lain.
Sosialitas manusia berkembnag secara melingkar: keluarga, kampong, kelompok
etnis, kelompok agama, kebangsaan, solidaritas sebagai manusia.[2][6] Maka di sini termasuk rasa kebangsaan.
Manusia menjadi seimbang apabila semua lingkaran kesosialan itu dihayati dalam
kaitan dan keterbatasan masing-masing. Solidaritas itu dilanggar dengan kasar
oleh korupsi.
4. Demokratis
Prinsip “kedaulatan
rakyat” menyatakan bahwa tak ada manusia, atau sebuah elit, atau sekelompok
ideology, atau sekelompok pendeta/pastor/ulama berhak untuk menentukan dan memaksakan
(menuntut dengan pakai ancaman) bagaimana orang lain harus atau boleh hidup.
Demokrasi berdasarkan kesadaran bahwa mereka yang dipimpin berhak menentukan
siapa yang memimpin mereka dan kemana mereka mau dipimpin. Demokrasi adalah
“kedaulatan rakyat plus prinsip keterwakilan”.[3][7]
Jadi demokrasi memerlukan sebuah system
penerjemah kehendak masyarakat ke dalam tindakan politik.
Demokrasi hanya dapat
berjalan baik atas dua dasar:
a.
Pengakuan dan
jaminan terhadap HAM; perlindungan terhadap HAM menjadi prinsip mayoritas tidak
menjadi kediktatoran mayoritas.
b.
Kekuasaan
dijalankan atas dasar, dan dalam ketaatan terhadap hukum (Negara hukum
demokratis). Maka kepastian hukum merupakan unsur hakiki dalam demokrasi
(karena mencegah pemerintah yang sewenang-wenang).
5.
Keadilan Sosial
Keadilan merupakan norma
moral paling dasar dalam kehidupan masyarakat. Maksud baik apa pun kandas
apabila melanggar keadilan. Moralitas masyarakat mulai dengan penolakan
terhadap ketidakadilan. Keadilan social mencegah bahwa masyarakat pecah ke
dalam dua bagian; bagian atas yang maju terus dan bagian bawah yang
paling-paling bisa survive di hari berikut.
Tuntutan keadilan social
tidak boleh dipahami secara ideologis, sebagai pelaksanaan ide-ide,
ideology-ideologi, agama-agama tertentu; keadilan social tidak sama dengan
sosialisme. Keadilan social adalah keadilan yang terlaksana. Dalam kenyataan,
keadilan social diusahakan dengan membongkar ketidakadilan-ketidakadilan yang
ada dalam masyarakat. Di mana perlu diperhatikan bahwa ketidakadilan-ketidakadilan
itu bersifat structural, bukan pertama-pertama individual. Artinya,
ketidakadilan tidak pertama-tama terletak dalam sikap kurang adil orang-orang
tertentu (misalnya para pemimpin), melainkan dalam struktur-struktur
politik/ekonomi/social/budaya/ideologis. Struktur-struktur itu hanya dapat
dibongkar dengan tekanan dari bawah dan tidak hanya dengan kehendak baik dari
atas. Ketidakadilan structural paling gawat sekarang adalah sebagian besar
segala kemiskinan. Ketidakadilan struktur lain adalah diskriminasi di semua
bidang terhadap perempuan, semua diskriminasi atas dasar ras, suku dan budaya.
Berdasarkan uaraian di
atas, tantangan etika politik paling serius di Indonesia sekarang adalah:
1.
Kemiskinan, ketidakpedulian dan kekerasan sosial.
2.
Ekstremisme ideologis yang anti pluralism, pertama-tama ekstremisme agama
dimana mereka yang merasa tahu kehendak Tuhan merasa berhak juga memaksakan
pendapat mereka pada masyarakat.
3.
Korupsi.
E. Nilai – nilai
Pancasila Sebagai Sumber Etika Politik
Sebagi
dasar filsafah negara pancasila tidak hanya merupakan sumber derivasi peraturan
perundang-undangan, malainkan juga merupakan sumber moraliatas terutama dalam
hubunganya dengan legitimasi kekuasaan, hukum serta sebagai kebijakan dalam
pelaksanaan dan penyelenggaraan negara. Sila pertama “Ketuhanan Yang Maha Esa”
serta sila ke dua “kemanusiaan yang adil dan beradab” adalah merupakan sumber
nilai-nilai moral bagi kehidupan berbangsa dan bernegara.
Negara adalah berasal dari rakyat dan segala
kebijaksanaan dan kekuasaan yang dilakukan senantiasa untuk rakyat (sila IV).
Dalam pelaksanaan politik praktis hal-hal yang menyangkut kekuasaan eksekutif,
legislatif serta yudikatif, konsep penganbilan keputusan, pengawasan serta
partisipasi harus berdasarkan legitimasidari rakyat, atau dengan lain perkataan
harus memiliki ‘legitimasi demokratis’.Prinsip-prinsip dasar etika politik itu
dalam realisasi praktis dalam kehidupan kenegaraan senantiasa dilaksanakan
secara korelatif diantara ketiganya.
Etika politik ini juga harus direalisasikan oleh
setiap individu yang ikut terlibat secara kongkrit dalam pelaksanaan
pemerintahan negara. Para pejabat Ekskutif, anggota legislatif maupun
yudikatif, para pejabat negara, anggota DPR maupun MPR aparat pelaksana dan
penegak hukum, harus menyadari bahwa selain legitimasi hukum dan legitimasi
demokratis juga harus berdasar pada legitimasi moral. Misalnya suatu kebijakan
itu sesuai dengan hukum belum tentu sesuai dengan moral. Misalnya gaji Para
pejabat dan angota DPR, MPR itu sesuai dengan hukum, namun mengingat kondisi
rakyat yang sangat menderita belum tentu layak secara moral.
F. Penerapan Nilai-nilai Etika Pancasila dalam Kehidupan Politik
Dalam
pelaksanaan dan penyelenggaraan Negara, etika politik menuntut agar kekuasaan
dalam Negara dijalankan sesuai dengan asas legalitas (legitimasi hukum),
yaitu dijalankan sesuai dengan hukum yang berlaku, disahkan dan dijalankan
secara demokratis (legitimasi demokrasi), dan dilaksanakan berdasarkan
prinsip-prinsip moral (legitimasi moral). Pancasila sebagai suatu sistem
filsafat memiliki tiga dasar tersebut. Dalam pelaksanaan penyelenggaraan
Negara, baik itu yang berhubungan dengan kekuasaan, kebijakan umum, pembagian
serta kewenangan harus berdasarkan prinsip-prinsip yang terkandung dalam
pancasila. Dengan demikian, pancasila merupakan sumber moralitas
dalam proses penyelenggaraan Negara, terutama dalam hubungannya dengan
legitimasi kekuasaan dan hukum. Pelaksanaan kekuasaan dan penegakan hukum
dinilai bermoral jika selalu berdasarkan pancasila, bukan berdasarkan
kepentingan penguasa belaka. Jadi pancasila merupakan tolok ukur moralitas
suatu penggunaan kekuasaan dan penegakan hukum.
Negara Indonesia berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa.
Pernyataan tersebut secara normative merupakan artikulasi sila Ketuhanan Yang
Maha Esa dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Akan tetapi harus diingat,
pernyataan tersebut bukan sebuah penegasan bahwa Indonesia adalah Negara
teokrasi yang mendasarkan kekuasaan Negara dan penyelenggaraan Negara
berdasarkan legitimasi religious, dimana kekuasaan kepala Negara bersifat
absolute atau mutlak. Sila Ketuhanan Yang Maha Esa lebih berkaitan legitimasi
moral. Artinya, proses penyelenggaraan Negara dan kehidupan Negara tidak boleh
diarahkan pada paham anti Tuhan dan anti agama, akan tetapi kehidupan dan
penyelenggaraan Negara harus selalu berdasarkan nilai-nilai Ketuhanan Yang Maha
Esa. Dengan demikian sila pertama merupakan legitimasi moral religious bagi
bangsa Indonesia.
Selain berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa, Negara
Indonesia juga harus berkemanusiaan yang adil dan beradab. Dengan kata lain,
kemanusiaan yang adil dan beradab memberikan legitimasi moral kemanusiaan dalam
penyelenggaraan Negara. Negara pada prinsipnya adalah persekutuan hidup manusia
sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa. Manusia merupakan dasar kehidupan serta
pelaksanaan dan penyelenggaraan Negara. Oleh karena itu asas-asas kemanusiaan
mempunyai kedudukan mutlak dalam kehidupan Negara dan hukum, sehingga jaminan
hak asasi manusia harus diberikan kepada setiap warga Negara. Sila Kemanusiaan
Yang Adil dan Beradab mempunyai keterkaitan yang sangat erat dengan sila
Ketuhanan Yang Maha Esa. Kedua sila tersebut memberikan legitimasi moral
religius (sila Ketuhanan Yang Maha Esa) dan legitimasi moral kemanusiaan (sila
Kemanusiaan yang Adil dan Beradab) dalam kehidupan dan proses penyelenggaraan
Negara, sehingga Negara Indonesia terjerumus ke dalam Negara kekuasaan.
Sila kerakyatan yang dipimpin oleh hikmah
kebijaksanaan dalam permusyawaratan dan perwakilan juga merupakan sumber etika
politik bagi bangsa Indonesia. Sila ini menegaskan bahwa Negara berasal dari
rakyat dan segala kebijakan dan kekuasaan diarahkan senantiasa untuk rakyat.
Sila ini memberikan legitimasi demokrasi bagi penyelenggaraan Negara. Oleh
karena itu, dalam proses penyelenggaraan Negara, segala kebijakan, kewenangan
dan kekuasaan harus dikembalikan kepada rakyat. Dengan demikian, aktivitas
politik praktis yang menyangkut kekuasaan ekseekutif, legislatif dan yudikatif
serta konsep pengambilan keputusan, pengawasan dan partisipasi harus
berdasarkan legitimasi dari rakyat.
Sila keadilan bagi seluruh rakyat Indonesia memberikan
legitimasi hukum (legalitas) dalam kehidupan dan penyelenggaraan Negara.
Indonesia merupakan Negara hukum yang selalu menjunjung tinggi aspek keadilan
sosial. Keadilan sosial merupakan tujuan dalam kehidupan Negara, yang
menunjukkan setiap warga Negara Indonesia mendapatkan perlakuan adil dalam
bidang hukum, politik, sosial, ekonomi dan kebudayaan. Oleh karena itu, untuk
mencapai aspek keadilan tersebut, kehidupan dan penyelenggaraan Negara harus
senantiasa berdasarkan hukum yang berlaku. Pelanggaran terhadap prinsip-prinsip
keadilan dalam kehidupan Negara, yang bisa mengakibatkan hancurnya tatanan
hidup kenegaraan serta terpecahnya persatuan dan kesatuan bangsa.
Nilai-nilai yang terkandung dalam setiap sila
pancasila harus dijadikan patokan bagi setiap penyelenggara Negara dan rakyat
Indonesia. Nilai-nilai tersebut harus diimplementasikan dalam berbagai bidang
kehidupan, sehingga pada akhirnya akan terbentuk suatu pemerintahan yang etis
serta rakyat yang bermoral pula.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Ø Etika adalah suatu ilmu yang membahas tentang
bagaimana dan mangapa kita mengikuti suatu ajaran moral tertentu,atau bagaimana
kita harus mengambil sikap yang bertanggung jawab berhadapan dengan berbagai
ajaran moral.
Ø 1. Nilai pada hakikatnya adalah sifat
atau kualitas yang melekat pada suatu objek,
bukan objek itu sendiri.
2.
Norma adalah ukuran yang dipergunakan oleh masyarakat apakah
perilaku
seseorang benar/ salah, sesuai/
tidak sesuai, wajar/tidak, dan
diterima atau
tidak.
3. Moral adalah Moral
adalah ajaran tentang hal yang baik dan buruk,
yang
menyangkut tingkah laku dan
perbuatan manusia
Ø Dalam kehidupan manusia
nilai dijadikan landasan, alasan, atau motivasi dalam bersikap dan bertingkah
laku baik disadari maupun tidak Agar nilai tersebut menjadi lebih berguna dalam
menuntun sikap dan tingkah laku manusia, maka perlu lebih di konkritkan, Maka wujud yang lebih
konkrit dari nilai tersebut adalah merupakan norma. Selanjutnya nilai dan
norma senatiasa berkaitan dengan moral dan etika. Makna moral yang terkandung
dalam kepribadian seseorang itu tercermin dari sikap dan tingkah lakunya.
Ø Dimensi politik manusia
1. Manusia sebagai makhluk individu-sosial
2. Dimensi politis kehidupan manusia
Ø Prinsip dasar etika politik pancasila
1. Pluralisme
2. Hak Asasi Manusia
3. Solidaritas Bangsa
4. Demokratis
5. Keadilan Sosial
Ø Nilai-nilai yang terkandung dalam pancasila sebagai etika politik
1.
Ketuhanan Yang
Maha Esa
2.
Kemanusiaan yang adil
dan beradab
Ø Dalam pelaksanaan dan
penyelenggaraan Negara, etika politik menuntut agar kekuasaan dalam Negara
dijalankan sesuai dengan asas legalitas (legitimasi hukum), yaitu
dijalankan sesuai dengan hukum yang berlaku, disahkan dan dijalankan secara
demokratis (legitimasi demokrasi), dan dilaksanakan berdasarkan
prinsip-prinsip moral (legitimasi moral).
B.
Saran
Pancasila hendaknya
disosialisasikan secara mendalam sehingga dalam kehidupan bermasyarakat dalam
berbagai segi terwujud dengan adanya kesianambungan usaha pemerintah untuk
mewujudkan masyarakat adil dan makmur dengan kepastian masyarakat untuk
mengikuti dan mentaati peraturan yang ditetapkan, karena kekuatan politik suatu
negara ditentukan oleh kondisi pemerintah yang absolut dengan adanya dukungan
rakyat sebagai bagian terpenting dari terbentuknya suatu negara.
DAFTAR PUSTAKA
Kaelan Ms.( 2004). Pendidikan Pancasila. Jakarta: Paradigma offset.
H. Acmat (2007). Pendidikan Kewarganegaraan. Jogyakarta: Paradigma.
Http:/Plityz. Blogs pot. Com/2010/Pancasila –
Sebagai – Etika – Politik.html Diakses tanggal 22 maret 2012.
Http:/ www.scribd com/doc/2433447/Pancasila
Sebagai Etika Poltik. HtmlDiakses tanggal 22 maret2012.
Http:/Khairunnisa Zhet. Blog Spot. Com/2011/06/
Pancasila Sebagai Etika Poltik.html .Diakses tanggal 22 maret 2012
Dirgantara
Wicaksono
Tidak ada komentar:
Posting Komentar