Senin, 15 Juni 2015

Pancasila Sebagai Etika Politik

BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang
Pancasila adalah dasar negara sekaligus pandangan hidup bagi setiap masyarakat Indonesia tidak peduli pemerintah atau rakyat jelata sekalipun. Dasar berarti material pembangun fundamental dimana segala hal atau kebijaksanaan dalam pemerintahan harus selalu merujuk kepada Pancasila guna menciptakan fundamental yang kuat.
Namun, sayangnya akhir-akhir ini banyak sekali oknum yang mengabaikan nilai-nilai luhur Pancasila. Maraknya Korupsi, Kolusi dan Nepotisme merupakan bukti bahwasanya banyak masyarakat Indonesia yang telah jauh menyimpang dari Pancasila. Tanda tanya besar, mengapa hal seburuk itu bisa terjadi? Jawabannya adalah disebabkan kurangnya pengetahuan agama sehingga tidak ada kereligiusan yang seperti terkandung dalam Pancasila. Selain itu, minimnya pemahaman nilai, norma dan moral semakin menambah kuantitas penyelewengan nilai-nilai Pancasila. Dalam dunia pemerintahan pun tidak sedikit dari masyarakat Indonesia yang kurang memahami etika perpolitikan.
Oleh karena itu, pembuatan karya-karya yang menekankan dalam bidang nilai, norma, moral dan etika politik sangat dibutuhkan. Wujud dari kepedulian agar masyarakat Indonesia memahami lebih jauh Pancasila yang merupakan pandangan hidup mereka adalah dengan mengantarkan karya sederhana ini yang Insya Allah dapat membantu supaya Pancasila senantiasa teraplikasi pada setiap diri masyarakat Indonesia.

B.     Tujuan
1.      Untuk mengetahui pengertian nilai, norma dan moral dalam konteks pancasila sebagai etika politik.
2.      Dapat mengerti hubungan antara nilai, norma dan moral dalam konteks pancasila sebagai etika politik.
3.      Dapat memahami nilai-nilai yang terkandung dalam pancasila sebagai sumber etika politik.

C.    Rumusan Masalah
1.      Apa pengertian etika ?
2.      Apa pengertian Nilai, Norma, dan Moral ?
3.      Bagaimana dengan hubungan Nilai, Norma, dan Moral ?
4.      Berapakah dimensi politik yang ada pada manusia ?
5.      Apa saja prinsip dasar etika politik pancasila ?
6.      Apa nilai-nilai yang terkandung dalam pancasila sebagai etika politik ?
7.      Apa peranan nilai-nilai etika pancasila dalam kehidupan politik ?


















BAB II
PEMBAHASAN

A.    Pengertian Etika
Etika merupakan cabang falsafah dan sekaligus merupakan suatu cabang dari ilmu-ilmu kemanusiaan (humaniora). Sebagai cabang falsafah etika membahas sistem-sistem pemikiran yang mendasar tentang ajaran dan pandangan moral. Etika adalah suatu ilmu yang membahas tentang bagaimana dan mangapa kita mengikuti suatu ajaran moral tertentu,atau bagaimana kita harus mengambil sikap yang bertanggung jawab berhadapan dengan berbagai ajaran moral.
Etika sebagai ilmu dibagi dua, yaitu etika umum dan etika khusus.
Etika umum membahas prinsip-prinsip umum yang berlaku bagi setiap tindakan manusia. Dalam falsafah Barat dan Timur, seperti di Cina, seperti dalam Islam, aliran-aliran pemikiran etika beranekaragam. Tetapi pada prinsipnya membicarakan asas-asas dari tindakan dan perbuatan manusia, serta system nilai apa yang terkandung di dalamnya.
Etika khusus membahas yang kewajiban manusia terhadap diri sendiri. Etika khusus dibagi  menjadi dua, yaitu etika individual dan etika sosial. Etika indvidual membahas kewajiban manusia terhadap dirinya sendiri dan dengan kepercayaan agama yang dianutnya serta panggilan nuraninya, kewajibannya dan tanggungjawabnya terhadap Tuhannya. Etika sosial di lain hal membahas kewajiban serta norma-norma social yang seharusnya dipatuhi dalam hubungan sesama manusia, masyarakat, bangsa dan negara. Etika sosial meliputi cabang-cabang etika yang lebih khusus lagi seperti etika keluarga, etika profesi, etika bisnis, etika lingkungan, etika pendidikan, etika kedokteran, etika jurnalistik, etika seksual dan etika politik.

B.     Pengertian Nilai, Norma, dan Moral
1.      Nilai
Nilai atau “Value” termasuk bidang kajian filsafat. Porsoalan-persoalan tentang nilai dibahas dan dipelajari salah satu cabang filsafat yaitu Filsafat Nilai (Axiologi, Theory of Value). Filsafat sering juga diartikan sebagai ilmu tentang ilai-nilai. Istilah nilai di dalam bidang filsafat dipakai untuk menunjuk kata benda abstrak yang artinya “keberhargaan” (Worth) atau “kebaikan” (goodness), dan kata kerja yang artinya suatu tindakan kejiwaan tertentu dalam menilai atau melakukan penilaian, (Frankena, 229).
Di dalam Dictoinary of Sosciology and Related Sciences dikemukakan bahwa nilai adalah kemampuan yang dipercayai yang ada pada suatu benda untuk memuaskan manusia. Sifat dari suatu benda yang menyebabkan menarik minat seseorang atau kelompok. Jadi nilai itu pada hakikatnya adalah sifat atau kualitas yang melekat pada suatu objek, bukan objek itu sendiri. Sesuatu itu mengandung nilai artinya ada sifat atau kualitas yang melekat pada sesuatau itu. Misalnya, bunga itu indah, perbuatan itu susila. Indah, susila adalah sifat atau kualitas yang melekat pada bunga dan perbuatan. Dengan demikian maka nilai itu sebenarnya adalah suatu kenyataan yang “tersembunyi” bibalik kenyataan-kenyataan lainnya. Ada nilai itu karena adanya kenyataan-kenyataan lain sebagai pembawa nilai (wartrager).
Max Sceler mengemukakan bahwa nilai-nilai yang ada, tidak sama luhurnya dan sama tingginya. Nilai-nilai itu secara senyatanya ada yang lebih tinggi dan ada yang lebih rendah dibandingkan dengan nilai-nilai lainnya. Menurut tinggi rendahnya, nialai-nilai dapat dikelopokan dalam empat tingkatan sebagai berikut :
1.      Nilai-nilai kenikmatan : dalam tingkatan ini terdapat deretan-deretan nilai yang mengenakan dan tidak mengenakan yang menyebabkan orang senang atau menderita tidak enak.
2.      Nilai-nilai kehidupan : dalam tingkat ini terdapatlah nilai-nilai yang penting bagi kehidupan misalnya kesehatan, kesegaran jasmani, kesejahteraan umum.
3.      Nilai-nilai kejiwaan : dalam tingkat ini terdapat nilai-nilai kejiwaan yang sama sekali tidak tergantung dari keadaan jasmani maupun lingkunganya. Nilai-nilai semacam ini ialah keindahan, kebenaran, dan pengetahuan murni yang dicapai dalam filsafat
4.      Nilai-nilai kerohanian : dalam tingkata ini terdapatlah modalitas nilai dari yang suci dan tak suci, nilai-nilai semacam ini terutama terdiri dari nilai-nilai pribadi.
Walter G. Everet menggolongkan nilai-nilai manusiawi kedalam 8 kelompok yaitu :
1.      Nilai-nilai Ekonomis (ditujukan oleh harga pasar dan meliputi semua benda yang dapat dibeli).
2.      Nilai-nilai kejasmanian (membantu pada kesehatan, efisiensi dan keindahan dari kehidupan badan).
3.      Nilai-nilai hiburan (nilai-nilai permainan dan waktu senggang yang dapat menyumbangkan pada pengayaan kehidupan).
4.      Nilai-nilai sosial (berasal mula dari keutuhan kepribadian dan sosial yang diinginkan).
5.      Nilai-nilai watak (keseluruhan dari keutuhan kepribadian dan sosial yang diinginkan).
6.      Nilai-nilai estetis (nilai-nilai keindahan dalam alam dan karya seni).
7.       Nilai-nilai intelektual (nilai-nilai pengetahuan dan pengajaran kebenaran).
8.      Nilai-nilai keagamaan.
Notonegoro dalam menyebutkan adanya 3 macam nilai. Ketiga nilai
itu adalah sebagai berikut :
1.      Nilai material, yaitu segala sesuatu yang berguna bagi kehidupan jasmani manusia atau kebutuhan ragawi manusia.
2.      Nilai vital, yaitu segala sesuatu yang berguna bagi manusia untuk dapat mengadakan kegiatan atau aktivitas.
3.      Nilai kerohanian, yaitu segala sesuatu yang berguna bagi rohani manusia. Nilai kerohanian meliputi:
a.        Nilai kebenaran yang bersumber pada akal (rasio, budi, cipta) manusia.
b.      Nilai keindahan atau nilai estetis yang bersumber pada unsur perasaan(emotion) manusia.
c.       Nilai kebaikan atau nilai moral yang bersumber pada unsur kehendak (karsa,Will) manusia.
d.      Nilai religius yang merupakan nilai keohanian tertinggi dan mutlak serta bersumber pada kepercayaan atau keyakinan manusia

2.      Norma
Norma merupakan bentuk nilai yang disertai dengan sanksi tegas bagi pelanggarnya. Norma merupakan ukuran yang dipergunakan oleh masyarakat apakah perilaku seseorang benar/ salah, sesuai/ tidak sesuai, wajar/tidak, dan diterima atau tidak. Norma dibentuk di atas nilai sosial, dan norma sosial diciptakan untuk menjaga dan mempertahankan nilai sosial. Nilai dan norma merupakan hal yang berkaitan.
Norma adalah bentuk konkret dari nilai-nilai yang ada di dalam masyarakat. Misalnya, nilai menghormati dan mematuhi orang tua diperjelas dan dikonkretkan dalam bentuk norma-norma dalam bersikap dan berbicara kepada orang tua. Nilai-nilai sopan santun di sekolah dikonkretkan dalam bentuk tata tertib sekolah.
Jadi, pengertian norma adalah patokan-patokan atau pedoman untuk berperilaku.
Norma memiliki kekuatan untuk dapat dipatuhi, yang dikenal dengan sanksi, misalnya:
a.       Norma agama, dengan sanksinya dari Tuhan
b.      Norma kesusilaan, dengan sanksinya rasa malu dan menyesal terhadap diri sendiri
c.       Norma kesopanan, dengan sanksinya berupa mengucilkan dalam pergaulan masyarakat
d.      Norma hukum, dengan sanksinya berupa penjara atau kurungan atau denda yang dipaksakan oleh alat Negara

3.      Moral
Moral berasal dari kata mos (mores) yang artinya kesusilaan, tabiat, kelakuan. Moral adalah ajaran tentang hal yang baik dan buruk, yang menyangkut tingkah laku dan perbuatan manusia. Seorang yang taat kepada aturan-aturan, kaidah-kaidah dan norma yang berlaku dalam masyarakatnya ,dianggap sesuai dan bertindak benar secara moral. Jika sebaliknya terjadi, pribadi itu dianggap tidak bermoral.  Moral dalam perwujudannya dapat berupa peraturan, prinsip-prinsip yang benar, baik, terpuji, dan mulia. Moral dapat berupa kesetiaan, kepatuhan terhadap nilai dan norma, moral pun dapat dibedakan seperti moral ketuhanan atau agama, moral, filsafat, moral etika, moral hukum, moral ilmu, dan sebagainya. Nilai, norma dan moral secara bersama mengatur kehidupan masyarakat dalam berbagai aspeknya.


4.      Hubungan Nilai, Norma, dan Moral
Dalam kehidupan manusia nilai dijadikan landasan, alasan, atau motivasi dalam bersikap dan bertingkah laku baik disadari maupun tidak. Nilai berbeda dengan fakta dimana fakta dapat di obsevasi melalui suatu verivikasi empiris, sedangkan nilai bersifat abstrak yang hanya dapat dipahami,difikirkan dimengerti dan dihayati oleh manusia. Nilai berkaitan juga dengan harapan, cita-cita,keinginan dan segala sesuatu pertimabangan Internal (batiniah) manusia.
Agar nilai tersebut menjadi lebih berguna dalam menuntun sikap dan tingkah laku manusia, maka perlu lebih di konkritkan lagi serta diformulasikan menjadi lebih Objektif sehingga memudahkan manusia untuk menjabarkanya dalam tingkah laku secara konkrit. Maka wujud yang lebih konkrit dari nilai tersebut adalah merupakan norma.
Selanjutnya nilai dan norma senatiasa berkaitan dengan moral dan etika. Makna moral yang terkandung dalam kepribadian seseorang itu tercermin dari sikap dan tingkah lakunya.
Hubungan antara moral dengan etika memang sangat erat sekali dan kadangkala keduanya disamakan begitu saja. Namun sebenarnya kedua hal tersebut memiliki perbedaan. Setiap orang memiliki moralitasnya sendiri-sendiri, tetapi tidak halnya dengan etika. Tidak semua orang perlu melakukan pemikiran yang kritis terhadap etika. Etika tidak berwenang menetukan apa yang boleh dan apa yang tidak boleh dilakukan oleh seseorang. Wewenang ini dipandang berada ditangan pihak-pihak yang memberikan ajaran moral.

C.    Pengertian Pancasila Sebagai Etika Politik
1.      Etika Politik
Etika politik tidak dapat dipisahkan dengan subjek sebagai pelaku etika yaitu manusia. Oleh karena itu etika politik berkait dengan bidang pembahasan moral. Hal ini berdasarkan kenyataan bahwa pengertian moral senantiasa menunjuk kepada manusia sebagai subjek etika.
Pengertian etika politik berasal dari kata ‘politics’ yang memiliki makna bermacam macam kegiatan dalam suatu sitem politik atau Negara yang menyangkut proses penentuan tujuan-tujuan dari system itu dan diikuti dengan pelaksanaan-pelaksanaan  itu. Pengambilan keputusan mengenai apakah yang menjadi tujuan dari system itu.

2.      Politik
Pengertian 'politik' berasal dari kosa kata 'politics', yang memiliki makna bermacam-macam kegiatan dalam suatu sistem politik atau `negara' yang menyangkut proses penentuan tujuan-tujuan dari sistem itu dan di ikuti dengan pelaksanaan tujuan-tujuan itu. pengambilan keputusan atau 'clecisionmaking' mengenai apakah yang menjadi tujuan dari sistem politik itu menyangkut seleksi antara beberapa alternatif dan penyusunan skala prioritas dari tujuan-tujuan yang telah dipilih itu.
Politik selalu menyangkut tujuan-tujuan dari seluruh masyarakat (public goals), dan bukan tujuan pribadi seseorang (privat goals). Selain itu politik menyangkut kegiatan berbagai kelompok termasuk portal politik, lembaga masyarakat maupun perseorangan.

3.      Dimensi Politik Manusia
1.      Manusia sebagai makhiuk Individu-Sosial
Berbagai paham antropologi filsafat memandang hakikat sifat kodrat manusia, dari kaca mata yang berbeda-beda. Paham individualisme yang merupakan cikal Bakal paham liberalisme, memandang manusia sebagai mahkluk individu yang bebas. Konsekuensinya dalam setiap kehidupan masyarakat, bangsa maupun negara dasar ontologis ini merupakan dasar moral politik negara. Segala hak dan kewajiban dalam kehidupan bersama senantiasa diukur berdasarkan kepentingan dan tujuan berdasarkan paradigma sifat kodrat manusia sebagi individu. Sebaliknya kalangan kolektivisme yang merupakan cikal bakal sosialisme dan komunisme memandang sifat kodrat manusia sebagai makhluk sosial saja. berdasarkan fakta dalam kehidupan sehari-hari, manusia tidak mungkin memenuhi segala kebutuhannya, jikalau mendasarkan pada suatu anggapan bahwa sifat kodrat manusia hanya bersifat individu atau sosial saja. Manusia sebagai makhluk yang berbudaya, kebebasan sebagai individu dan segala aktivitas dan kreativitas dalam hidupnya senantiasa tergantung kepada orang lain, hal ini dikarenakan manusia sebagai warga masyarakat atau sebagai makhluk sosial.
Berdasarkan sifat kodrat manusia tersebut, maka dalam cara manusia memandang dunia, menghayati dirinya sendiri, menyembah Tuhan Yang Maha Esa, dan menyadari apa yang menjadi kewajibannya, senantiasa dalam hubungannya dengan orang lain. Oleh karena itu, tangung jawab moral pribadi manusia hanya dapat berkembang dalam kerangka hubungannya dengan orang lain, sehngga kebebasan moralitasnya senantiasa berhadapan dengan masyarakat.
Dasar filosofis sebagaimana terkandung dalam pancasila yang nilainya terdapat dalam budaya bangsa, senantiasa mendasarkan hakikat sifat kodrat manusia adalah bersifat `monodualisme’ yaitu sebagai makhluk individu dan sekaligus sebagi makhluk sosial. Maka sifat dan ciri khas kebangsaan dan kenegaraan Indonesia bukanlah hanya demi tujuan kepentingan individu-individu belaka. Dan bukan juga demi tujuan kolektivitas saja melainkan tujuan bersama baik meliputi kepentingan dan kesejahteraan individu maupun masyarakat secara bersama. Dasar ini merupakan basis moralitas bagi pelaksanaan dan penyelenggaraan negara, sehingga konsekuensinya segala keputusan, kebijaksanaan serta arah dari tujuan negara Indonesia harus dapat dikembalikan secara moral kepada dasar-dasar tersebut.

2.      Dimensi Politis Kehidupan Manusia
Dalam kehidupan manusia secara alamiah, jaminan atas kebebasan manusia baik sebagai individu maupun makhluk sosial sulit untuk dapat dilaksanakan, karena terjadinya perbenturan kepentingan di antara mereka sehingga terdapat suatu kemungkinan terjadinya anarkisme dalam masyarakat. Dalam hubungan inilah manusia memerlukan suatu masyarakat hukum yang mampu menjamin hak-haknya, dan masyarakat itulah yang disebut negara. Oleh karena itu berdasarkan sifat kodrat manusia sebagai makhluk individu dan makhluk sosial, dimenensi politis mencangkup lingkaran kelembagaan hukum dan negara, sistem-sistem nilai sena ideologi yang memberikan legitimasi kepadanya.
Maka etika politik berkaitan dengan objek formal etika yaitu, tujuan berdasarkan prinsip-prinsip dasar etika, terhadap objek material politik yang meliputi legitimasi negara, hukum, kekuasaan serta penilaian kritis terhadap legitimasi-legitimasi tersebut.

D.     Lima Prinsip Dasar Etika Politik Pancasila
Kalau membicarakan Pancasila sebagai etika politik maka ia mempunai lima prinsip itu berikut ini disusun menurut pengelompokan pancasila, maka itu bukan sekedar sebuah penyesuaian dengan situasi Indonesia, melainkan karena Pancasila memiliki logika internal yang sesuai dengan tuntutan-tuntutan dasar etika politik modern (yang belum ada dalam Pancasila adalah perhatian pada lingkungan hidup).
1.      Pluralisme
Pluralisme adalah kesediaan untuk menerima pluralitas, artinya, untuk hidup dengan positif, damai, toleran, dan biasa/normal bersama warga masyarakat yang berbeda pandangan hidup, agama, budaya, adat.[1][5] Pluralisme  mengimplikasikan pengakuan terhadap kebebasan beragama, kebebasan berpikir, kebebasan mencari informasi, toleransi. Pluralisme memerlukan kematangan kepribadian seseorang dan sekelompok orang.
2.      Hak Asasi Manusia
Jaminan hak-hak asasi manusia adalah bukti Kemanusia yang adil dan beradab. Mengapa? Karena hak-hak asasi manusia menyatakan bagaimana manusia wajib diperlakukan dan wajib tidak diperlakukan. Jadi bagaimana manusia harus diperlakukan agar sesuai dengan martabatnya sebagai manusia. Karena itu, Hak-hak asasi manusia adalah baik mutlak maupun kontekstual dalam pengertian sebagai berikut.
a.       Mutlak karena manusia memilikinya bukan karena pemberian Negara, masyarakat, melainkan karena ia manusia, jadi dari tangan Sang Pencipta.
b.      Kontekstual karena baru mempunyai fungsi dan karena itu mulai disadari, di ambang modernitas di mana manusia tidak lagi dilindungi oleh adat/tradisi, dan seblaiknya diancam oleh Negara modern.
Bila mengkaji hak asasi manusia secara umum, maka dapat dibedakan dalam bentuk tiga generasi hak-hak asasi manusia:
a.       Generasi pertama (abad ke 17 dan 18): hak-hak liberal, demokratis dan perlakuan wajar di depan hokum.
b.      Generasi kedua (abad ke 19/20): hak-hak sosial
c.       Generasi ketiga (bagian kedua abad ke 20): hak-hak kolektif (misalnya minoritas-minoritas etnik)
3.      Solidaritas Bangsa
Solidaritas bermakna manusia tidak hanya hidup demi diri sendiri, melainkan juga demi orang lain, bahwa kita bersatu senasib sepenanggungan. Manusia hanya hidup menurut harkatnya apabila tidak hanya bagi dirinya sendiri, melainkan menyumbang sesuatu pada hidup manusia-manusia lain. Sosialitas manusia berkembnag secara melingkar: keluarga, kampong, kelompok etnis, kelompok agama, kebangsaan, solidaritas sebagai manusia.[2][6]  Maka di sini termasuk rasa kebangsaan. Manusia menjadi seimbang apabila semua lingkaran kesosialan itu dihayati dalam kaitan dan keterbatasan masing-masing. Solidaritas itu dilanggar dengan kasar oleh korupsi.
4.      Demokratis
Prinsip “kedaulatan rakyat” menyatakan bahwa tak ada manusia, atau sebuah elit, atau sekelompok ideology, atau sekelompok pendeta/pastor/ulama berhak untuk menentukan dan memaksakan (menuntut dengan pakai ancaman) bagaimana orang lain harus atau boleh hidup. Demokrasi berdasarkan kesadaran bahwa mereka yang dipimpin berhak menentukan siapa yang memimpin mereka dan kemana mereka mau dipimpin. Demokrasi adalah “kedaulatan rakyat plus prinsip keterwakilan”.[3][7] Jadi demokrasi memerlukan sebuah system penerjemah kehendak masyarakat ke dalam tindakan politik.
Demokrasi hanya dapat berjalan baik atas dua dasar:
a.       Pengakuan dan jaminan terhadap HAM; perlindungan terhadap HAM menjadi prinsip mayoritas tidak menjadi kediktatoran mayoritas.
b.      Kekuasaan dijalankan atas dasar, dan dalam ketaatan terhadap hukum (Negara hukum demokratis). Maka kepastian hukum merupakan unsur hakiki dalam demokrasi (karena mencegah pemerintah yang sewenang-wenang).
5.      Keadilan Sosial
Keadilan merupakan norma moral paling dasar dalam kehidupan masyarakat. Maksud baik apa pun kandas apabila melanggar keadilan. Moralitas masyarakat mulai dengan penolakan terhadap ketidakadilan. Keadilan social mencegah bahwa masyarakat pecah ke dalam dua bagian; bagian atas yang maju terus dan bagian bawah yang paling-paling bisa survive di hari berikut.
Tuntutan keadilan social tidak boleh dipahami secara ideologis, sebagai pelaksanaan ide-ide, ideology-ideologi, agama-agama tertentu; keadilan social tidak sama dengan sosialisme. Keadilan social adalah keadilan yang terlaksana. Dalam kenyataan, keadilan social diusahakan dengan membongkar ketidakadilan-ketidakadilan yang ada dalam masyarakat. Di mana perlu diperhatikan bahwa ketidakadilan-ketidakadilan itu bersifat structural, bukan pertama-pertama individual. Artinya, ketidakadilan tidak pertama-tama terletak dalam sikap kurang adil orang-orang tertentu (misalnya para pemimpin), melainkan dalam struktur-struktur politik/ekonomi/social/budaya/ideologis. Struktur-struktur itu hanya dapat dibongkar dengan tekanan dari bawah dan tidak hanya dengan kehendak baik dari atas. Ketidakadilan structural paling gawat sekarang adalah sebagian besar segala kemiskinan. Ketidakadilan struktur lain adalah diskriminasi di semua bidang terhadap perempuan, semua diskriminasi atas dasar ras, suku dan budaya.
Berdasarkan uaraian di atas, tantangan etika politik paling serius di Indonesia sekarang adalah:
1.      Kemiskinan, ketidakpedulian dan kekerasan sosial.
2.      Ekstremisme ideologis yang anti pluralism, pertama-tama ekstremisme agama dimana mereka yang merasa tahu kehendak Tuhan merasa berhak juga memaksakan pendapat mereka pada masyarakat.
3.      Korupsi.
E.     Nilai – nilai Pancasila Sebagai Sumber Etika Politik
Sebagi dasar filsafah negara pancasila tidak hanya merupakan sumber derivasi peraturan perundang-undangan, malainkan juga merupakan sumber moraliatas terutama dalam hubunganya dengan legitimasi kekuasaan, hukum serta sebagai kebijakan dalam pelaksanaan dan penyelenggaraan negara. Sila pertama “Ketuhanan Yang Maha Esa” serta sila ke dua “kemanusiaan yang adil dan beradab” adalah merupakan sumber nilai-nilai moral bagi kehidupan berbangsa dan bernegara.
Negara adalah berasal dari rakyat dan segala kebijaksanaan dan kekuasaan yang dilakukan senantiasa untuk rakyat (sila IV). Dalam pelaksanaan politik praktis hal-hal yang menyangkut kekuasaan eksekutif, legislatif serta yudikatif, konsep penganbilan keputusan, pengawasan serta partisipasi harus berdasarkan legitimasidari rakyat, atau dengan lain perkataan harus memiliki ‘legitimasi demokratis’.Prinsip-prinsip dasar etika politik itu dalam realisasi praktis dalam kehidupan kenegaraan senantiasa dilaksanakan secara korelatif diantara ketiganya.
Etika politik ini juga harus direalisasikan oleh setiap individu yang ikut terlibat secara kongkrit dalam pelaksanaan pemerintahan negara. Para pejabat Ekskutif, anggota legislatif maupun yudikatif, para pejabat negara, anggota DPR maupun MPR aparat pelaksana dan penegak hukum, harus menyadari bahwa selain legitimasi hukum dan legitimasi demokratis juga harus berdasar pada legitimasi moral. Misalnya suatu kebijakan itu sesuai dengan hukum belum tentu sesuai dengan moral. Misalnya gaji Para pejabat dan angota DPR, MPR itu sesuai dengan hukum, namun mengingat kondisi rakyat yang sangat menderita belum tentu layak secara moral.

F.     Penerapan Nilai-nilai Etika Pancasila dalam Kehidupan Politik
Dalam pelaksanaan dan penyelenggaraan Negara, etika politik menuntut agar kekuasaan dalam Negara dijalankan sesuai dengan asas legalitas (legitimasi hukum), yaitu dijalankan sesuai dengan hukum yang berlaku, disahkan dan dijalankan secara demokratis (legitimasi demokrasi), dan dilaksanakan berdasarkan prinsip-prinsip moral (legitimasi moral). Pancasila sebagai suatu sistem filsafat memiliki tiga dasar tersebut. Dalam pelaksanaan penyelenggaraan Negara, baik itu yang berhubungan dengan kekuasaan, kebijakan umum, pembagian serta kewenangan harus berdasarkan prinsip-prinsip yang terkandung dalam pancasila. Dengan demikian, pancasila merupakan sumber moralitas dalam proses penyelenggaraan Negara, terutama dalam hubungannya dengan legitimasi kekuasaan dan hukum. Pelaksanaan kekuasaan dan penegakan hukum dinilai bermoral jika selalu berdasarkan pancasila, bukan berdasarkan kepentingan penguasa belaka. Jadi pancasila merupakan tolok ukur moralitas suatu penggunaan kekuasaan dan penegakan hukum.
Negara Indonesia berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. Pernyataan tersebut secara normative merupakan artikulasi sila Ketuhanan Yang Maha Esa dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Akan tetapi harus diingat, pernyataan tersebut bukan sebuah penegasan bahwa Indonesia adalah Negara teokrasi yang mendasarkan kekuasaan Negara dan penyelenggaraan Negara berdasarkan legitimasi religious, dimana kekuasaan kepala Negara bersifat absolute atau mutlak. Sila Ketuhanan Yang Maha Esa lebih berkaitan legitimasi moral. Artinya, proses penyelenggaraan Negara dan kehidupan Negara tidak boleh diarahkan pada paham anti Tuhan dan anti agama, akan tetapi kehidupan dan penyelenggaraan Negara harus selalu berdasarkan nilai-nilai Ketuhanan Yang Maha Esa. Dengan demikian sila pertama merupakan legitimasi moral religious bagi bangsa Indonesia.
Selain berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa, Negara Indonesia juga harus berkemanusiaan yang adil dan beradab. Dengan kata lain, kemanusiaan yang adil dan beradab memberikan legitimasi moral kemanusiaan dalam penyelenggaraan Negara. Negara pada prinsipnya adalah persekutuan hidup manusia sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa. Manusia merupakan dasar kehidupan serta pelaksanaan dan penyelenggaraan Negara. Oleh karena itu asas-asas kemanusiaan mempunyai kedudukan mutlak dalam kehidupan Negara dan hukum, sehingga jaminan hak asasi manusia harus diberikan kepada setiap warga Negara. Sila Kemanusiaan Yang Adil dan Beradab mempunyai keterkaitan yang sangat erat dengan sila Ketuhanan Yang Maha Esa. Kedua sila tersebut memberikan legitimasi moral religius (sila Ketuhanan Yang Maha Esa) dan legitimasi moral kemanusiaan (sila Kemanusiaan yang Adil dan Beradab) dalam kehidupan dan proses penyelenggaraan Negara, sehingga Negara Indonesia terjerumus ke dalam Negara kekuasaan.
Sila kerakyatan yang dipimpin oleh hikmah kebijaksanaan dalam permusyawaratan dan perwakilan juga merupakan sumber etika politik bagi bangsa Indonesia. Sila ini menegaskan bahwa Negara berasal dari rakyat dan segala kebijakan dan kekuasaan diarahkan senantiasa untuk rakyat. Sila ini memberikan legitimasi demokrasi bagi penyelenggaraan Negara. Oleh karena itu, dalam proses penyelenggaraan Negara, segala kebijakan, kewenangan dan kekuasaan harus dikembalikan kepada rakyat. Dengan demikian, aktivitas politik praktis yang menyangkut kekuasaan ekseekutif, legislatif dan yudikatif serta konsep pengambilan keputusan, pengawasan dan partisipasi harus berdasarkan legitimasi dari rakyat.
Sila keadilan bagi seluruh rakyat Indonesia memberikan legitimasi hukum (legalitas) dalam kehidupan dan penyelenggaraan Negara. Indonesia merupakan Negara hukum yang selalu menjunjung tinggi aspek keadilan sosial. Keadilan sosial merupakan tujuan dalam kehidupan Negara, yang menunjukkan setiap warga Negara Indonesia mendapatkan perlakuan adil dalam bidang hukum, politik, sosial, ekonomi dan kebudayaan. Oleh karena itu, untuk mencapai aspek keadilan tersebut, kehidupan dan penyelenggaraan Negara harus senantiasa berdasarkan hukum yang berlaku. Pelanggaran terhadap prinsip-prinsip keadilan dalam kehidupan Negara, yang bisa mengakibatkan hancurnya tatanan hidup kenegaraan serta terpecahnya persatuan dan kesatuan bangsa.
Nilai-nilai yang terkandung dalam setiap sila pancasila harus dijadikan patokan bagi setiap penyelenggara Negara dan rakyat Indonesia. Nilai-nilai tersebut harus diimplementasikan dalam berbagai bidang kehidupan, sehingga pada akhirnya akan terbentuk suatu pemerintahan yang etis serta rakyat yang bermoral pula.





























BAB III
PENUTUP

A.   Kesimpulan
Ø  Etika adalah suatu ilmu yang membahas tentang bagaimana dan mangapa kita mengikuti suatu ajaran moral tertentu,atau bagaimana kita harus mengambil sikap yang bertanggung jawab berhadapan dengan berbagai ajaran moral.
Ø  1. Nilai pada hakikatnya adalah sifat atau kualitas yang melekat pada suatu objek,
    bukan objek itu sendiri.
            2. Norma adalah ukuran yang dipergunakan oleh masyarakat apakah perilaku
                seseorang benar/ salah, sesuai/ tidak sesuai, wajar/tidak, dan
                diterima atau tidak.
            3. Moral adalah Moral adalah ajaran tentang hal yang baik dan buruk,  yang
                menyangkut tingkah laku dan perbuatan manusia
Ø  Dalam kehidupan manusia nilai dijadikan landasan, alasan, atau motivasi dalam bersikap dan bertingkah laku baik disadari maupun tidak Agar nilai tersebut menjadi lebih berguna dalam menuntun sikap dan tingkah laku manusia, maka perlu lebih di konkritkan, Maka wujud yang lebih konkrit dari nilai tersebut adalah merupakan norma. Selanjutnya nilai dan norma senatiasa berkaitan dengan moral dan etika. Makna moral yang terkandung dalam kepribadian seseorang itu tercermin dari sikap dan tingkah lakunya.
Ø  Dimensi politik manusia
1.      Manusia sebagai makhluk individu-sosial
2.      Dimensi politis kehidupan manusia
Ø  Prinsip dasar etika politik pancasila
1.      Pluralisme
2.      Hak Asasi Manusia
3.      Solidaritas Bangsa
4.      Demokratis
5.      Keadilan Sosial
Ø  Nilai-nilai yang terkandung dalam pancasila sebagai etika politik
1.      Ketuhanan Yang Maha Esa
2.      Kemanusiaan yang adil dan beradab
Ø  Dalam pelaksanaan dan penyelenggaraan Negara, etika politik menuntut agar kekuasaan dalam Negara dijalankan sesuai dengan asas legalitas (legitimasi hukum), yaitu dijalankan sesuai dengan hukum yang berlaku, disahkan dan dijalankan secara demokratis (legitimasi demokrasi), dan dilaksanakan berdasarkan prinsip-prinsip moral (legitimasi moral).

B.     Saran
Pancasila hendaknya disosialisasikan secara mendalam sehingga dalam kehidupan bermasyarakat dalam berbagai segi terwujud dengan adanya kesianambungan usaha pemerintah untuk mewujudkan masyarakat adil dan makmur dengan kepastian masyarakat untuk mengikuti dan mentaati peraturan yang ditetapkan, karena kekuatan politik suatu negara ditentukan oleh kondisi pemerintah yang absolut dengan adanya dukungan rakyat sebagai bagian terpenting dari terbentuknya suatu negara.





















DAFTAR PUSTAKA

Kaelan Ms.( 2004). Pendidikan Pancasila. Jakarta: Paradigma offset.

H. Acmat (2007). Pendidikan Kewarganegaraan. Jogyakarta: Paradigma.

Http:/Plityz. Blogs pot. Com/2010/Pancasila – Sebagai – Etika – Politik.html Diakses tanggal 22 maret 2012.

Http:/ www.scribd com/doc/2433447/Pancasila Sebagai Etika Poltik. HtmlDiakses tanggal 22 maret2012.

Http:/Khairunnisa Zhet. Blog Spot. Com/2011/06/ Pancasila Sebagai Etika Poltik.html .Diakses tanggal 22 maret 2012


Dirgantara Wicaksono






Tidak ada komentar:

Posting Komentar